Siapa yang gak tau Harli Afitson? Semua orang pasti tau motor gede yang larinya bisa kuenceng banget itu. Suatu hari, Henri Donat, anak kelas 2 SMA ‘Harapan Kami’ yang paling bongsor sesekolahan itu, dibeliin motor Harli Afitson sama bokapnya.
Jangan salah, gara-gara sawah bokapnya yang kecil memanjang itu kena pelebaran jalan tol, bokapnya Henri jadi kaya mendadak. Punya duit 9 milliar cash! Biarpun sekarang dia kehilangan sawah, duitnya banyak.
Pagi-pagi sekali, Henri udah muncul membelah jalan raya dengan kecepata sedang sampai kenceng. Lima menit berkendara dia ketemu Rahmat, temen sekelasnya yang biasa naik vespa butut. Henri menyalip kencang...
“Rahmaaaaaaat... lo pernah naik Harli gak...???” teriak Henri sambil ngebut.
“Buset!!! Belagu lo! Motor siape tuhh??!” sahut Rahmat masih melongo.
Tapi Henri udah lewat jauh, motornya terlalu kenceng dibanding vespa butut Rahmat yang berjalan lambat meskipun tiap hari dirawat. Sampe di pertigaan moncong, Henri menyalip Alami, cowok tengil yang belom lama dibeliin motor gede oleh pacar kontrakannya. Dia menyali Alami dan meneriakkan kalimat yang sama.
“Alami.. lo pernah naik Harli gak???” tanya Henri masih tetep ngebut.
“Eh lo Ri?! Belagu lo! Motor siapa tuh??” teriak Alami kaget sekaligus sirik. Dia gak suka motor gedenya ada yang nyaingin. Tapi lagi-lagi Henri udah melesat jauh. Harli Afitsonnya masih terlalu kencang buat bersaing sama motor pabrikan negara yang lebih sering bikin film tari-tarian itu.
Akhirnya sampe lah Henri di jalan menurun gak jauh dari sekolahan. Dia melihat Pak Kar, kepala sekolah yang dengan santai menaiki sepeda onthel tua kesayangannya. Lagi-lagi Henri meneriakkan kalimat yang sama seperti yang dia teriakkan ke Rahmat dan Alami. Dia yakin pak Kar sesuai nama sama umurnya, jauh lebih pengalaman daripada Rahmat atau Alami yang belom pernah naik Harley.
“Pak Kar... pernah naik Harli gak???” teriaknya sambil tetep melaju kencang. Pak Kar yang udah hapal betul dengan suara Henri yang sering dia panggil dengan sebutan “anak durhaka” itu Cuma bisa geleng-geleng kepala. Dia gak abis pikir dengan kelakuan anak didiknya yang belagunya minta ampun.
Tapi belum abis pikir Pak Kar membayangkan tentang semua kenakalan Henri,menjelang perempatan Pak Kar melihat orang ramai berkumpul.dan gak salah lagi, tejadi sebuah kecelakaan. Henri menabrak angkot yang lagi ngetem di pinggir jalan. Motor gedenya tergeletak di jalan, dia meringis kesakitan.
“Pak Kar pernah naik Harli?” tanya Henri sambil menahan nyeri kaki dan tangannya yang baret-baret lecet kena aspal jalan. Pak Kar yang biasanya sabar itu nyaris naik darah. Pertanyaan Henri menyinggung perasaannya yang sensi.
“kamu sudah jatuh, bahkan sampe luka begini, masih saja sombong!” Pak Kar mencoba menahan emosinya supaya tidak meledak.
“bukan Pak. Saya sama sekali gak bermaksud menghina Bapak, saya Cuma mau tanya rem-nya di mana?”
*GUBRAAAAK!!*
No comments:
Post a Comment